Jakarta, malangterkini.id - Belakangan ini banyak berita rama yang membahas tentang rencana pemerintah menghapuskan kelas 1, 2, dan 3 pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini sejalan dengan tujuan standarisasi pendidikan di seluruh Indonesia melalui sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, saat ini fasilitas yang tersedia di setiap sistem kelas BPJS Kesehatan masih belum sama. Oleh karena itu, perlu adanya kesetaraan melalui penerapan KRIS.
Alasannya, standar
sistem kesehatan BPJS kelas 1, 2, dan 3 di rumah sakit belum jelas. “Saya dan
Pak Menteri (Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin) sendiri sudah
menyampaikan bahwa kelas ini tidak akan ada penghapusan. Tidak ada apa-apa,”
kata Ghufron di Jakarta Pusat, Jumat (17 Mei 2024).
Beliau menjelaskan
kelas-kelas distandarisasi. “Saat ini belum jelas apa itu standar Kelas 3, apa
itu Kelas 2, atau bahkan apa itu Kelas 1. Ada AC nya, dan ada yang tidak. Harus
distandarisasi,” Tutur Pak Ghufron.
Sejauh ini Pak
Ghufron mengatakan, BPJS Kesehatan dan pemerintah belum bisa menentukan perbedaan antara KRIS dan BPJS Kesehatan
kelas 1, 2, dan 3 yaitu besaran iuran yang akan dibebankan peserta BPJS Kesehatan pada skema iuran.
"Evaluasinya akan memakan waktu, jadi saya belum bisa menjawabnya
sekarang," kata Ghufron.
Terkait kemungkinan
kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Ghufron
belum bisa memastikannya. Tapi, ada kemungkinan biayanya akan meningkat.
"Ada peningkatan
boleh. Ada peningkatan malah lebih bagus. Tidak ada peningkatan boleh tapi
menggunakan strategi yang lain, tetapi yang jelas ini tetap harus menunggu
semua orang untuk mengevaluasi," kata Ghufron.
Terkait penggabungan
iuran BPJS Kesehatan menjadi satu tarif pasca penerapan KRIS, Pak Ghufron
mengaku belum mengetahuinya dan mengimbau masyarakat menunggu hingga evaluasi penerapan KRIS
selesai.
Informasi Tambahan:
Kontribusi BPJS Kesehatan setelah penerapan KRIS disampaikan oleh Menteri
Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Budi mengatakan penerapannya akan dilakukan
secara bertahap.
"Single
(tunggal) bagaimana maksudnya? Saya enggak tahu. Itu bisa ditanyakan ke Pak
Menkes," kata Ghufron.
Kepala Pusat Pembiayaan Kemenkes RI, Ahmad Irsan menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dan Kementerian Keuangan RI dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) hanya akan menetapkan biaya dan manfaat KRIS sesuai hasil penilaian pada masa transisi yang diberlakukan. Beliau mengatakan keputusan akan diambil paling lambat 1 Juli 2025.
Sementara itu, pada 8
Mei 2024, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun
2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 mengenai jaminan
kesehatan.
Perubahan iuran pada
sistem KRIS tertuang dalam Pasal 103B Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2024.
Pasal 103B(6) mengatur bahwa Menteri Kesehatan melakukan penilaian terhadap
unit perawatan setiap rumah sakit.
Ayat 7 pasal yang
sama menyatakan bahwa hasil evaluasi dan penyesuaian fasilitas ruang perawatan
di area rawat inap berdasarkan pasal 6 menjadi dasar penetapan pelayanan, tarif
dan biaya.