Malang, malangterkini.id - Lahan sawah di Kota Malang terus menyusut bagaikan terkikis roda pembangunan. Dari 1.300 hektar di tahun 2011, kini hanya tinggal 778 hektar di tahun 2024. Mirisnya lagi, alih-alih padi, komoditas lain mulai menghiasi sawah yang tersisa.
"Bisa jadi karena perubahan komoditas atau lahan sawah dijual," ujar Slamet Husnan, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Malang, Selasa (11/6/2024).
Meski bukan daerah penghasil beras, Malang membutuhkan 40 ribu ton gabah per tahun. Sementara, sawah yang tersisa hanya menghasilkan 15 ribu ton. Kekurangan ini ditutupi dari daerah lain seperti Kabupaten Malang.
Di tengah situasi prihatin ini, Pemkot Malang tak tinggal diam. Sejumlah inovasi diluncurkan untuk menyelamatkan lahan tersisa dan menarik minat generasi muda bertani.
Salah satu upayanya adalah dengan mengikat kawasan sebagai Kawasan Pertanian Dilindungi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang. "Agar kegiatan pertanian di kota masih ada, sekaligus upaya menjaga ekosistem," jelas Husnan.
Upaya lain adalah dengan memberikan insentif kepada petani, seperti pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bantuan benih padi dan jagung, obat hama, pupuk, alat dan mesin pertanian. Total anggaran untuk program ini mencapai Rp 500 juta dalam APBD Kota Malang tahun ini.
"Kami juga mendorong generasi muda petani lewat program petani milenial," tutur Husnan. Mengingat data sensus 2023 yang menunjukkan dominasi petani berusia 45-65 tahun.
Inovasi-inovasi ini bagaikan tameng pelindung sawah di tengah gempuran pembangunan. Mampukah tameng ini menahan laju konversi lahan? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Yang jelas, upaya Pemkot Malang ini patut diapresiasi. Keberhasilannya akan menjadi kunci ketahanan pangan dan kelestarian ekosistem di Kota Malang.
Mari kita dukung bersama upaya Pemkot Malang ini. Jaga sawah, jaga ketahanan pangan, jaga Malang!