Malang, malangterkini.id - Isu tragedi Stadion Kanjuruhan kembali mencuat di Kota Malang. Aksi Kamisan yang digelar kemarin (3/10) di depan Balai Kota Malang menjadi bukti bahwa masyarakat, khususnya keluarga korban, masih terus menuntut keadilan atas peristiwa kelam tersebut.
Puluhan peserta dari berbagai kalangan ikut serta dalam aksi ini, termasuk lima perwakilan keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Mereka membawa berbagai spanduk dengan tulisan yang menyuarakan keprihatinan dan tuntutan keadilan, seperti "No More Genocide" dan "1 Oktober Hari Duka Sepak Bola".
Haura Anindya Syaharanie, Korlap sekaligus Komite Aksi Kamisan Malang, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam terhadap dampak tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, sebagian besar korban adalah anak-anak, perempuan, dan kepala keluarga yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. "Tragedi Kanjuruhan telah merenggut masa depan mereka," tegas Haura.
Kekecewaan juga dirasakan oleh Haura terhadap hasil persidangan para pelaku tragedi Kanjuruhan. Vonis yang dijatuhkan kepada para aparat dinilai terlalu ringan, tidak sebanding dengan nyawa yang melayang. "Padahal, mereka telah membuat 135 nyawa melayang," ujarnya.
Senada dengan Haura, Nuri Hidayat, salah seorang keluarga korban yang kehilangan putranya, Jovan Farelino, juga merasa kecewa dengan putusan hakim. Nuri mengucapkan terima kasih kepada para peserta aksi yang telah memberikan dukungan kepada keluarga korban. Namun, ia juga menegaskan bahwa keluarga korban menginginkan adanya tindakan lebih lanjut, termasuk mengundang pihak kepolisian untuk memberikan penjelasan.
"Selama ini orang tua tampak menerima saja, tapi sebenarnya kami merasa sakit hati," ungkap Nuri. Kekecewaan yang sama juga dirasakan oleh keluarga korban lainnya yang turut hadir dalam aksi tersebut.
Dalam aksi ini, salah satu keluarga korban membacakan puisi berjudul "Surat Cinta untuk Penguasa". Puisi tersebut menjadi ungkapan perasaan sedih, marah, dan harapan dari keluarga korban.
Aksi Kamisan di Malang menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tragedi Kanjuruhan bukan sekadar peristiwa masa lalu, tetapi masih menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat luas. Tuntutan keadilan dan upaya untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa terus disuarakan.